Jumat, 08 April 2016

I am a mother and I am proud to be as one …



Masih banyak diluar sana yang berpendapat bahwa jika seorang wanita memutuskan untuk hanya menjadi seorang ibu rumah tangga maka tidak perlu bagi nya memiliki gelar pendidikan yang tinggi. Bahkan ada pula yang berpendapat kalau sudah punya gelar sarjana misalnya, maka akan sangat disayangkan kalau “ujung-ujungnya” hanya kerja dirumah mengurus keluarga.

Stigma/pemikiran itu sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Hanya saja masih perlu diluruskan untuk bisa lebih menghargai pilihan masing-masing. Hidup adalah sebuah pilihan bukan?dan apa yang akan terjadi kedepan adalah selalu sebuah misteri.

Saya adalah lulusan sarjana Psikologi, dari Universitas swasta yang cukup dikenal di Jakarta. Dan pun sempat sekolah bahasa (walaupun hanya beberapa bulan) di Manchester, Inggris. Saya bangga dan bersyukur bisa berkesempatan pada waktu itu untuk menjalani apa yang saya mau. Memiliki orang tua yang sangat mendukung keinginan anaknya untuk belajar dan sekolah, serta dukungan materi pun yang seperti selalu tersedia untuk saya, memenuhi apa yang saya mau.

Waktu berjalan sampai akhirnya selesai lah semua program pendidikan yang saya mau. Tapi takdir siapa yang tau. Selesai saya sekolah di Inggris, yang ketika itu masih menjadi pacar saya, sudah menunggu kepulangan saya di tanah air dan langsung meminta saya untuk menjadi istrinya. Singkat cerita, kami menikah, saya lantas menjadi istri dan kemudian langsung dipercaya oleh Allah untuk menjadi seorang ibu.

Lalu pertanyaannya. Buat apa lantas gelar dan bekal pendidikan yang saya punya?? Saya pun begitu punya anak, ya saya urus anak saya sendiri. 24 hours, 7 days a week, 30 days a month. Tanpa diminta oleh suami, oleh siapapun, saya telah menjadi a full time mother yang “kantor” nya ya dirumah.  Saya bersyukur punya suami yang tidak dengan egosinya meminta saya untuk hanya dirumah saja. Tidak pernah menuntut saya untuk hanya diam mengurus anak dan suami, tanpa dikasih kesempatan untuk melihat lagi dunia luar. Pun tidak menuntut saya untuk ikut mencari nafkah demi kelangsungan keluarga kecil kami, membantu suami yang kala itu pun masih meniti karir nya. Dengan kesadaran saya sendiri, saya tahu peran saya adalah dirumah mengurus keluarga, mengurus anak dan menanti suami dirumah yang pergi kerja pagi hari dan pulang kerja malam harinya.

Tetapi kemudian ada suatu waktu ketika saya totally tidak melakukan apapun dalam keseharian. Hanya menjadi ibu rumah tangga yang ikut dalam organisasi (itupun tidak selalu ada agenda nya), dan tidak berbisnis apa2 seperti sebelumnya. Jenuh jelas. Bosan ya jangan ditanya. Apalagi tinggal di negara orang yang tidak sebebas di negara sendiri. Tapi bukan itu persoalannya.

Yang bikin hati terusik adalah ketika mendengar perkataan, atau membaca sesuatu di media sosial misalnya, yang mengatakan bahwa betapa ruginya pendidikan tinggi tapi pada akhirnya hanya dirumah, ngurusin kerjaan rumah dan urus suami dan anak. Apa bedanya sama asisten rumah tangga???

At first, it broke my heart. I will never accept those kind of statement towards me. Tapi sekarang saya justru punya jawabannya. Bukan lantas jadi sedih dan membenarkan apa yang ada dipikiran mereka. Kali ini, saya justru bangga dengan diri saya sendiri. Saya memang seorang ibu rumah tangga.  Yess full time!. Saya yang mengurus anak sendiri, especially when her daddy is at work, of course. Tapi coba saya kembali bertanya. Apakah kemudian ada rasa bangga, kalau sebagai ibu yang hanya mengurus anak tapi dibelakang namanya terselip gelar yang tidak semua orang juga bisa punya?

Mengurus anak jelas beda dengan mengurus rumah. Rumah dan isinya adalah benda mati. Sedangkan anak adalah manusia, makhluk yang hidup dan berkembang. Butuh ilmu, butuh pengetahuan, butuh untuk terus belajar dalam mengurusnya dan membesarkannya. Ilmu yang didapat di masa lalu tidak akan pernah sia-sia. Semua pasti akan ada manfaat nya, kapan pun, dimanapun. Tinggal bagaimana kita yang telah dibekali tahu bagaimana cara menggunakannya, memanfaatkannya dan menerapkannya dalam mendidik si anak manusia tadi.






Saya yakin, ilmu yang saya dapat dulu akan sangat berguna dalam mendidik anak saya. Akan sangat berguna dalam saya menghadapi karakter dan perilakuknya, yang terkadang adalah merupakan hal yang mengejutkan bagi saya. Saya harus siap menghadapinya. Disini lah ilmu yang saya dapat kemudian menjadi bermanfaat. Pun ini menjadi kesempatan saya untuk bisa belajar kembali, karena tidak jarang saya kemudian membuka diktat kuliah dulu, atau kalau mau praktis kemudian saya browsing di internet bagaimana menghadapi perilaku seorang anak yang terus berubah mengikuti perkembangan usianya.

Saya bangga dengan posisi sekarang. Saya adalah ibu rumah tangga dengan 1 anak yang usianya 4 tahun. Saya ibu rumah tangga dengan gelar sarjana dibelakang nama saya. Tidak pernah saya merasa rugi atau merasa bersalah dengan orang tua saya yang sudah menyekolahkan saya but end up to be just being a mother and stay home. Justru saya akan membuat bangga anak saya karena punya seorang ibu yang sempat merasakan sekolah dengan pendidikan tinggi.

Tidak bermaksud mengucilkan atau menganggap rendah para ibu yang tidak sempat bersekolah tinggi. Balik lagi itu adalah pilihan dan saya pun tidak berniat dan tidak akan menganggap itu adalah hal yang kecil. Menjadi seorang ibu itu adalah hal yang hebat. Tidak ada perjuangan seorang ibu adalah sia-sia. Tulisan ini hanya ungkapan saya ketika saya pernah merasa sedih karena dianggap pendidikan yang saya raih adalaha sia-sia dengan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga.

To all mothers out there.. whoever you are, I know you will be the best mother for your children in every way…



Salam, 


Riri Rizni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar